Unsur-unsur Posita Gugatan Perceraian dengan Alasan Perselisihan dan Pertengkaran (pasal 19 huruf (f) PP. No. 09/1975)
Merespon hal tersebut, maka Hakim dalam memeriksa khususnya perceraian dimulai dari surat gugat yang benar, oleh karenanya agar dalam menerima ,memeriksa surat gugatan yang diajukan ke Pengadilan Agama dipahami secara benar,jelas dan terang tentang uraian peristiwa yang melatar belakangi terjadinya perselisihan dan pertengkaran , sehingga mudah untuk pembuktiannya, Perselisihan dan pertengkaran sebagai alasan perceraian,dalam bahasa hukum sebagai posita/Fondamentum potendi (Grondslag van de lis) artinya dasar gugatan atau dasar tuntutan dalam bahasa Indonesia disebut dalil gugatan, karena posita sebagai landasan pemeriksaan perkara dan penyelesaian perkara. (Yahya Harahap,Hukum Acara Perdata, hal 57).
Rumusan Fundamentum potendi terdiri dari dua teori sebagai berikut:
1. Pertama, disebut subtantierings theorie yang mengajarkan dalil gugatan tidak cukup hanya merumuskan peristiwa hukum yang menjadi dasar tuntutan, tetapi juga harus menjelaskan fakta-fakta yang mendahului peristwa hukum yang menjadi penyebab timbulnya peristiwa hukum tersebut.
Teori tersebut bila diimplementasikan dalam perumusan surat gugat cerai dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus( pasal. 19 huruf (f) PP.NO.09/1975, maka akan diperoleh rumusan-rumusan uraian peristiwa hukum sebagai berikut:
• Adanya hubungan hukum sebagai suami-istri sah, semula rukun dan harmonis; telah berjalan dalam kurun waktu yang relatip lama kemudian timbul persoalan dalam rumah tangga;
• Adanya faktor-faktor yang melatar belakangi perselisihan dan pertengkaran seperti sikap egoistis, emosi dan karakter suami-istri, tidak puas dengan penampilan pasangannya, sibuk bekerja dan tidak memperhatikan, kesulitan ekonomi, perbedaan tempat kediaman bersama, campur tangan pihak keluarga, gangguan laki-laki/perempuan (pihak ketiga), perbedaan keyakinan keagamaan, perbedaan kultur budaya, (SARA) gaya hidup, jarang bertemu karena kesibukan masing-masing,tidak mempunyai keturunan dan masih banyak lagi yang lainnya. Unsure tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan kasus yang melingkupi.
2. Kedua, teori individualisasi (individuslisering teorie) yang menjelaskan peristiwa atau kejadian hukum yang dikemukakan dalam gugatan, harus dengan jelas memeperlihatkan hubungan hukum (rechtsverhouding) yang menjadi dasar tuntutan,
Teori tersebut bila diimplementasikan dalam perumusan surat gugat cerai dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus( pasal. 19 huruf (f) PP.NO.09/1975, maka akan diperoleh rumusan-rumusan uraian peristiwa hukum sebagai berikut:
• Sikap suami istri yang tidak mau menyadari dan menegalah untuk menerima kekurangan suami istri;
• Sikap suami istri yang sudah tidak saling menghormati, telah membuka kekurangan (aib) satu sama lain kepada pihak lain;
• Suami istri yang sudah tidak sejalan,tidur terpisah tidak satu ranjang ,hidup terpisah dari rumah kediaman bersama , masing-masing tidak lagi mempedulikan, komunikasi hanya melalui pihak lain (anak, orang tua saudara); dan tidak lagi memenuhi hak dan kewajiban suami sitri;
Kedua teori tersebut unsur dan indikatornya harus tergambar dalam surat gugatan, meskipun dalam hal perceraian atas alasan perselisihan dan pertengkar sangat sulit untuk dibuktikan, oleh saksi – saksi dalam persidangan karena masalah keluarga sangat tertutup pada orang lain, karena itu dalam pembuktian perceraian dengan alasan perselesian dan pertengkaran didengar keterangan keluarga seperti diatur secara Khusus oleh Pasal 22 PP. 1975 Jo pasal 76 undang-undang No. 7 tahun 1989 diubah dengan Undang-undang No.3 tahun 2006 dan Undang-undang No. 50 tahun 2009;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar